Minggu, 23 Juni 2013

NASKAH AKADEMIK RAPERDA USAHA RENTAL MOBIL DI KOTA JAYAPURA



BAB  I
PENDAHULUAN

 A.   LATAR BELAKANG
Penyusunan Naskah Akademik usaha persewaan kendaraan dalam hal ini dikenal dengan sebutan Usaha Angkutan Sewa, dilatarbelakangi oleh adanya beberapa permasalahan yang timbul sehubungan dengan adanya usaha rental mobil yang kian marak di Kota Jayapura.
Perlu adanya suatu pengaturan mengenai usaha angkutan sewa di Kota Jayapura, yang kian hari pertumbuhan usaha ini kian berkembang. Pengaturan sebagaimana dimaksud hingga saat ini belum diatur melalui suatu peraturan daerah khususnya peraturan daerah Kota Jayapura mengenai usaha angkutan sewa.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam kegiatan usaha angkutan sewa itu terdapat hubungan hukum sewa-menyewa antara pemilik mobil dengan pengelola angkutan sewa, dan antara pengelola angkutan sewa dengan penyewa kendaraan. Dalam hal ini, hubungan hukum yang terjadi adalah antara pengelola usaha angkutan sewa (selaku pemberi sewa atau pemilik kendaraan sewa) dengan pihak yang menyewa kendaraan (penyewa).
Pada prakteknya, penyewaan kendaraan selalu disertakan perjanjian sewa-menyewa antara pihak pengelola dengan penyewa, baik dalam bentuk perjanjian di bawah tangan maupun perjanjian yang dibuat secara akta notariil. Walau demikian yang kerap terjadi adalah perjanjian lisan tanpa adanya perjanjian tertulis.
Tindakan pengelola usaha angkutan sewa yang memberikan kendaraan sewaannya kepada orang lain dengan adanya suatu janji mengenai pembayaran dan pemakaian kendaraan sewaan tersebut, telah menerbitkan suatu hubungan hukum sewa-menyewa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).
“Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayaranya.”
Usaha angkutan sewa ini dijalankan berdasarkan hukum kebiasaan. Mulai dari penerapan tarif, penentuan trayek hingga penentuan calon penyewa kendaraan. Sehinga belum ada keseragaman pengelolaan usaha angkutan sewa ini.

   B.   IDENTIFIKASI MASALAH
   Masalah-masalah yang timbul sehubungan dengan usaha angkutan sewa ini diantaranya :
-      Pemilik Usaha Angkutan Sewa memarkir/mangkal disembarang tempat.
-      Adanya penyerobotan jalur trayek angkutan umum dalam trayek resmi.
-      Pemilik usaha angkutan sewa mengutip tarif sewa yang tinggi kepada penyewa.
-      Pemilik usaha angkutan sewa tidak bertanggung jawab saat terjadi kecelakaan yang menimpa penumpang/penyewa.
-      Adanya modus penggunaan kendaraan angkutan sewa oleh penyewa untuk tujuan kejahatan.
-     Penyewa kendaraan mengendarai kendaraan angkutan sewa secara ugal-ugalan.
-   Penyewa kendaraan menghindar atau lari dari tanggung jawab saat kendaraan yang disewa rusak
Adapun pemecahan atas permasalah diatas dapat diupayakan dengan:
-      Perlu disediakan tempat khusus
-      Diberlakukan izin khusus berupa izin usaha angkutan sewa dan izin operasi usaha sewa.
-      Diberlakukannya daftar tarif resmi khusus angkutan sewa.
-      Penerapan Argometer yang telah di Tera resmi
-      Pemilik kendaraan angkutan sewa hendaknya mengasuransikan kendaraan dan penumpang saat kendaraan tersebut dipergunakan
-   Pemilik kendaraan angkutan sewa harus meneliti identitas penyewa dengan cermat.
-  Pemilik kendardaraan angkutran sewa hanya memasang kaca film yang transparan/bening saja pada kendaraan angkutan sewa miliknya.
-   Tidak menyewakan kendaraan kepada penyewa yang diindikasikan sedang mabuk.
-  Pemeliharaan kendaraan angkutan sewa rutin secara berkala oleh pemilik kendaraan angkutan sewa.
-      Melaporkan kepada pihak kepolisian setempat apabila penyewa kendaraan lari dari tanggung jawabnya.
Sehubungan pengaturan tentang usaha angkutan sewa di Kota Jayapura belum tertuang dalam suatu peraturan daerah Kota Jayapura, maka perlu dirancang suatu Peraturan Daerah Kota Jayapura tentang Usaha Angkutan Sewa di Kota Jayapura.
Sebagai pertimbangan perlunya dibuat suatu perencanaan Peraturan Daerah Kota Jayapura mengenai usaha angkutan sewa ini adalah bahwa secara filosofis setiap usaha menimbulkan keuntungan dan kerugian. Bagaimana mengelola dan mengatur keuntungan tersebut agar dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum dan Pemerintah Kota Jayapura secara khusus. Serta bagaimana meminimalisir kerugian yang akan timbul dari usaha rental mobil ini, sehingga tidak menimbulkan korban baik korban materi maupun korban jiwa.
Secara sosiologis bahwasanya usaha angkutan sewa ini melibatkan banyak pihak. Selain pihak pemilik dan penyewa kendaraan, juga melibatkan aparat berwenang dalam mengatur dan mengawasi penyelenggaraan usaha angkutan sewa ini.
Secara yuridis bahwa usaha angkutan  sewa melibatkan dua pihak, yaitu pemilik dan penyewa kendaraan. Perlu adanya kepastian hukum atas kejadian yang timbul dari penyelenggaraan usaha angkutan sewa ini.
Untuk itulah keberadaan peraturan daerah mengenai usaha angkutan sewa di Kota Jayapura perlu segera dibuat, agar masyarakat dan Pemerintah Kota Jayapura dapat menempatkan posisinya sesuai porsi yang telah ditentukan.
Diharapkan dari pemaparan-pemaparan diatas, penyusunan Naskah Akademis ini dapat menjadi acuan atau referensi bagi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Jayapura tentang Usaha Angkutan Sewa di Kota Jayapura.


BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS


A.   KAJIAN TEORITIS
Pentingnya transportasi terlihat dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang maupun barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Dengan meningkatnya pembangunan di Kota Jayapura semakin meningkat pula kebutuhan warga akan aksesibilitas sehari-hari, apalagi pada saat-saat liburan dan hari raya.
Di setiap harinya, terdapat warga yang menggunakan fasilitas kendaraan umum baik untuk tujuan bisnis maupun wisata. Berbagai cara dilakukan warga untuk dapat memenuhi kegiatan perjalanannya. Dari mulai mengunakan kendaraan sendiri, angkutan umum hingga menyewa kendaraan.
Dalam transportasi sistem kegiatan yang memindahkan orang maupun barang disebut sistem angkutan barang. Sistem kegiatan memindahkan orang disebut sistem angkutan penumpang. Secara lebih spesifik lagi Vuchic (1981:60) mengatakan bahwa sistem angkutan penumpang ini dapat dikelompokkan berdasarkan tipe operasi dan penggunanya menjadi; angkutan pribadi, angkutan yang disewakan dan angkutan umum (Vuchic, 1981).
Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum menurut Pasal 140 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum terdiri atas; angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek; dan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek.
Klasifikasi angkutan umum tidak dalam trayek menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum, terdiri dari; angkutan taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan lingkungan.
Kian maraknya usaha angkutan sewa di Kota Jayapura, merupakan suatu fenomena tersendiri. Ada keuntungan dan juga dampak yang ditimbulkan dari kegiatan usaha angkutan sewa tersebut.
Kebutuhan anggota masyarakat dalam mobilitas aktivitasnya yang mendesak dan bersifat segera, dibaca oleh pengusaha angkutan sewa sebagai peluang usaha. Tak jarang transaksi sewa-menyewa dilakukan dengan lisan saja atas dasar sepakat kedua belah pihak dengan tawaran tarif yang ditentukan sepihak oleh pengelola usaha angkutan sewa.
Unsur kenyamanan dan keselamatan kadang kurang diperhatikan baik oleh si penyewa maupun pengelola angkutan sewa. Prinsipnya mengantar ke tempat tujuan dengan cepat dan tepat waktu.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum bahwa Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi pelayanan minimal yang meliputi; keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan.
Kondisi kendaraanpun harus memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan.
Adanya  tumpang tindih jalur pelayanan atas pengoperasian kendaraan angkutan sewa ini sering dikeluhkan oleh pemilik kendaraan angkutan umum dalam trayek, walaupun pelayanan angkutan sewa  merupakan pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif dan merupakan pelayanan angkutan umum yang tidak  berjadwal.
Mobil penumpang umum yang dioperasikan untuk angkutan sewa yang ada di Kota Jayapura amat beragam jenis dan tidak ada ciri khusus yang melekat pada kendaraan tersebut. Kita dapat menyimpulkan bahwa itu adalah kendaraan angkutan sewa dari sekumpulan kendaraan jenis minibus yang parkir berjajar di depan toko, tempat keramaian, atau dipinggir pinggir jalan di bawah naungan pohon dengan tanda papan nama kelompok usaha angkutan sewa yang bersangkutan.
Alangkah baiknya jika kendaraan yang digunakan sebagai angkutan sewa ini memiliki keseragaman serta memenuhi persyaratan seperti: dilengkapi dengan tanda nomor kendaraan dengan warna dasar plat hitam dengan tulisan yang khusus dan diberi kode khusus pula. Selain itu demi menjamin keamanan dan kenyamanan pengguna jasa sewa, hendaknya kendaraan sewa dilengkapi dengan dokumen perjalanan yang sah berupa surat tanda nomor kendaraan, buku uji dan kartu pengawasan.

B.   KAJIAN PRAKTIS EMPIRIS
Sebagai kajian empiris dari aktivitas usaha angkutan sewa yang ada di Kota Jayapura, berdasarkan studi pengamatan didapat beberapa fakta sebagai berikut :
-      Terjadi penyempitan ruas jalan akibat parkir/mangkal dipinggir jalan sehingga menimbulkan kemacetan.
-     Dari kemacetan yang terjadi tidak jarang menimbulkan pula kecelakaan bagi pengguna jalan lainnya.
-      Berkurangnya penghasilan sopir angkutan umum bertrayek resmi akibat tumbat tindihnya jalur pelayanan
-  Pemberlakuan tarif sesuka hati tanpa ada standar tarif yang resmi, dan penyewapun hanya bisa menerima saja.
-  Saat terjadi kecelakaan, Penumpang/penyewa menanggung sendiri biaya pengobatannya.
-    Pemilik kendaraan angkutan sewa kehilangan kendaraannya karena dibawa kabur penyewa.
-  Kendaraan angkutan sewa digunakan dalam tindak pidana perampokan, pencurian, penculikan.
-   Ketika kendaraan angkutan sewa rusak karena suatu kecelakaan, Pemilik kendaraan angkutan sewa mengalami kerugian.


BAB  III
EVALUASI DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT


Usaha Angkutan Sewa dapat dikategorikan sebagai usaha di bidang pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum, yang menurut pasal 140 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum terdiri dari; angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek; dan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek. Dan lebih spesifik dalam pasal 151 yaitu Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 yang terdiri atas:
a. angkutan orang dengan menggunakan taksi;
b. angkutan orang dengan tujuan tertentu;
c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan
d. angkutan orang di kawasan tertentu.
Selanjutnya dalam Pasal 28 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum disebutkan bahwa Angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek, terdiri dari:
a.    Angkutan Taksi;
            b.    Angkutan Sewa;
            c.    Angkutan Pariwisata;
d.    Angkutan Lingkungan
Jadi cukup jelas bahwa usaha angkutan sewa yang dikategorikan sebagai angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek yang berupa angkutan sewa, sesungguhnya telah diatur secara nasional. Namun pengaturan secara regional khususnya di Kota Jayapura belum ada.
Dalam Pasal 138 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum, disebutkan bahwa Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Hal ini kurang selaras dengan kenyataan bahwa dalam kegiatan usaha kendaraan sewa, diselenggarakan tanpa mengindahkan bunyi pasal tersebut.
Pada umumnya kendaraan yang digunakan sebagai kendaraan angkutan sewa dalam kondisi masih baru dan bagus sehingga kesan aman dan nyaman mengendarai dan menggunakan kendaraan tersebut bisa dirasakan. Namun dikarenakan adanya target setoran kendaraan angkutan sewa tersebut harus dibagi dengan cicilan kredit kendaraan dan operasional sehari-hari pemilik kendaraan angkutan sewa. Sehingga untuk calon penyewa yang baru saja menggunakan (bukan pelanggan) jasa sewa kendaraannya dikenakan tarif yang tinggi.
Pengenaan tarif sewa yang tinggi sesungguhnya bertentangan dengan pasal 141 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum, yaitu: Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: keamanan; keselamatan; kenyamanan; keterjangkauan; kesetaraan; dan keteraturan. Unsur keterjangkauan belum terpenuhi.
Dan juga pasal Pasal 183 ayat (2) yaitu bahwa tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata, dan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum. Jadi dalam hal ini adalah harus ada kesepakatan bukan penetapan sepihak.
Tentang keamanan dan kenyamanan kendaraan juga seharusnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan  terutama pada pasal 1 angka 5, pasal 5 ayat (2), serta persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor dalam Bab III pada pasal 6 sampai pasal 93.
Apabila kita bertanya kepada pengelola usaha angkutan sewa tentang izin usaha, pastinya mereka akan menjawab tidak mempunyai izin dan tidak tahu jika ada aturan yang mengatur tentang izin usaha angkutan sewa. Seperti kegiatan usaha lainnya, bahwa usaha angkutan sewa pun seyogyanya harus memiliki izin dari pemerintah daerah setempat. Hal ini seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum Pasal 173 ayat (1), yaitu:
Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki:
a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;
b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; dan/atau
c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.
Perihal izin usaha angkutan juga diamanatkan dalam pasal 35 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, yaitu untuk melakukan usaha angkutan wajib memiliki izin usaha angkutan.
Dan Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak dalam Trayek seperti dalam Pasal 179 ayat (1) pada huruf d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum, diberikan oleh bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota.
Mobil penumpang umum yang dioperasikan untuk angkutan sewa haruslah  memenuhi persyaratan sebagaimana pasal 30 ayat (3) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, yaitu :
  •     dilengkapi tanda nomor kendaraan dengan warna dasar plat hitam dengan tulisan putih dan diberi kode khusus;
  •      dilengkapi dokumen perjalanan yang sah, berupa surat tanda nomor kendaraan, buku uji dan kartu pengawasan.

Pada kenyataannya penerapan pasal ini belum dilaksanakan, dikarenakan belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang hal ini.
Untuk terwujudnya rasa keamanan dan kepastian hukum akan tanggung jawab pengelola usaha angkutan sewa, menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum pengusaha angkutan sewa mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dan pasal 192 mengenai tanggung jawab pengusaha angkutan umum atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang. Juga dalam pasal Pasal 237 ayat (1), yaitu Perusahaan Angkutan Umum wajib mengikuti program asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggung jawabnya atas jaminan asuransi bagi korban kecelakaan.
Usaha kendaraan sewa menghasilkan pendapatan bagi pengelolanya. Namun  hal ini belum dijadikan sebagai aset pendapatan bagi daerah dari pungutan retribusi jasa usaha sebagaimana pengaturannya dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.


BAB  IV
LANDASANN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

    A.   LANDASAN FILOSOFIS
Angkutan Umum mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan wawasan nusantara, memperkokoh ketahanan nasional dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945

    B.   LANDASAN SOSIOLOGIS
Semakin meningkat dan berkembangnya dinamika usaha di bidang perhubungan darat khususnya di bidang angkutan sewa di Kota Jayapura,  maka sebagai perwujudan dari pelaksanaan otonomi khusus Provinsi Papua, diperlukan suatu pengaturan khusus mengenai usaha angkutan sewa dalam daerah Kota Jayapura.
Selain itu untuk mengimplementasikan Rencana Strategis Pemerintah Kota Jayapura dalam mengantisipasi dan menanggulangi banyaknya jumlah angkutan sewa yang beroperasi di Kota Jayapura, para pengusaha angkutan sewa perlu mendapat pengaturan guna mendapat penetapan izin usaha angkutan dan izin operasi yang dipakai dan digunakan dengan cara sewa.

    C.   LANDASAN YURIDIS
1.    Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945
2.    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum
3.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
4.    Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan 
6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum.


  
BAB  V
JANGKAUAN ARAH PENGATURAN
DAN LINGKUP MATERI MUATAN
PERATURAN DAERAH KOTA JAYAPURA


    A.   KETENTUAN UMUM
    Istilah-istilah dalam rumusan Peraturan Daerah ini adalah:
1.      Angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan;
2.      Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
3.      Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.
4.      Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun tidak langsung;
5.      Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal;
6.      Angkutan Sewa adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas;
7.      Mobil Penumpang, adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
8. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi;
9.    Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.
10.  Berhenti adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.
11. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.
12.  Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.
13.  Pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.
14.  Penumpang adalah orang yang berada di Kendaraan selain Pengemudi dan awak Kendaraan.
15.  Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan Jalan untuk berlalu lintas.
16.  Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
17.  Keamanan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
18. Keselamatan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.
19. Pemerintah Daerah adalah Walikota Jayapura, dan perangkat daerah Kota Jayapura sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kota Jayapura.
20.  Dinas Kota adalah instansi di tingkat Kota Jayapura yang bertanggung jawab di bidang penyelenggaraan angkutan orang di jalan.


    B.   MATERI YANG AKAN DIATUR
1.  Ketentuan Umum; memuat tentang istilah-istilah yang dipakai dalam rancangan peraturan daerah yang akan dibuat
2.    Angkutan Tidak Dalam Trayek, meliputi pengaturan mengenai Jenis Angkutan Sewa; Ciri-ciri jenis Angkutan Sewa; Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan yang digunakan untuk Angkutan Sewa;
3.  Perizinan Angkutan Sewa, meliputi Izin Usaha Angkutan Sewa; Syarat dan Cara Mendapatkan Izin Usaha Angkutan Sewa; Kewajiban Pemegang Izin Usaha Angkutan Sewa;
4.   Izin Operasi Angkutan Sewa, meliputi Syarat dan Cara Mendapatkan Izin Operasi Angkutan Sewa; Kewajiban Pemegang Izin Operasi Angkutan Sewa;
5.    Tarif Angkutan Sewa
6.   Sertifikasi Pengemudi Angkutan Sewa, meliputi Pelatihan ketrampilan pelayanan dan keselamatan bagi Pengemudi Angkutan Sewa; Syarat dan Cara Memperoleh Sertifikasi Pengemudi Angkutan Sewa.
7.    Hak dan Kewajiban Penumpang.
8.    Tanggung Jawab Pengusaha Angkutan Sewa.
9.    Pangkalan Angkutan Sewa
10. Penetapan Retribusi meliputi Tata Cara Pemungutan Retribusi; Tata Cara Pembayaran Retribusi dan Sanksi Administrasi
11. Pengendalian dan Pengawasan
12. Ketentuan Sanksi
13. Ketentuan Peralihan
14. Ketentuan Penutup


BAB VI
PENUTUP


Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah Kota Jayapura, Angkutan Sewa memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercemin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah.
Angkutan sewa merupakan salah satu sarana angkutan umum dalam mempelancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara.
Pentingnya Angkutan Sewa tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang.
Menyadari peranan Angkutan Sewa, maka keberadaan Angkutan Sewa harus ditata dalam satu sistem yang terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa pelayanan angkutan umum yang serasi dengan tingkat kebutuhan masyarakat dan pelayanan angkutan yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur, lancar, dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Penyelenggaraan Angkutan Sewa hendaknya diselenggarakan secara profesional dan selalu ditingkatkan pelayanannya kepada masyarakat dengan memperhatikan sebesar-besar kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, koordinasi antar unsur terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat dalam penyelenggaraan usaha Angkutan Sewa.
Keseluruhan hal tersebut perlu dicerminkan dalam satu rancangan peraturan daerah yang utuh, yang didalamnya diatur mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, para pemilik jasa, para pengguna jasa, dan tanggung jawab penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan usaha Angkutan Sewa di Kota Jayapura.
Di samping itu dalam rangka untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum, peraturan mengenai Angkutan Sewa ini belum tertata dalam satu kesatuan sistem yang merupakan bagian dari transportasi secara keseluruhan.

1 komentar: